Kamis, 30 Mei 2013

Hakikat Pengetahuan filsafat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat adalah merupakan ilmu pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Pada kenyataannya banyak sekali orang yang enggan untuk berfilsafat bahkan berfikir filsafati. Dahal dengan kita berfikir filsafatt, maka kita akan mengetahui kebenaran suatu hal yang sudah kita ketahui dengan kebenaran yang hakiki. Sehingga pengetahuan manusia akan suatu kebenaran tersebut terbatas dan tidak berkembang dengan pemikiran yang lain. Karna filsafat adalah suatu  titik penemuan tentang hakikat kebenaran yang sudah ada namun ingin dikebangkan lebih mendalam tanpa adanya ujung dari kebenaran ayang ada karna penyelanyesaian masalah dalam filsafat itu bersifat mendalam dan universal.
Jika dibandingkan antara filsafat dengan pengetahuan tentang suatu ilmu atau pelajaran, maka berfikir filsafat adalah lebih unggul. Karena penarian kebenaran dari filsafat tidak ada habisnya sedangkan berfikir tentang pengetahuan suatu ilmu itu hanya berujung pada pengetahuan itu saja. Maka dari pada itu berfilsafat akan menjadikan kita terus dan terus berfikir tentang suatu hakekat kebenaran yang sudah kita ketahui.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian filsafat dan berfikir filsafati itu?
2.      Bagaimanakah karakteristik berfikir filsafati itu?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian filsafat dan berfikir filsafati
2.      Mengetahui karakteristik berfikir filsafati.




BAB II
PEMBAHASAN
     
A.    Hakikat Pengetahuan Filsafat
Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu ( Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, 1:3 ).  Langeveld  juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, maka dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu ( Langeveld, Menudju ke Pemikiran Filsafat, 1961:9 ).
Poedjawijatna ( Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974: 11) mendefinisikan filsafta sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bkry ( Sistematik Filsafat, 1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya mencapai pengetahuan itu.
Apa yang diingatkan  oleh  Hatta dan Langeveld memang ada benarnya.  Kita sebenarnya tidak cukup hanya dengan mengatakan filsafat ialah hasil pemikiran yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap. Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically ( Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education, 1960:3 ). D.C. Mulder ( Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966: 10 ) mendefinisikan filsafat sebagai pemikiran teorirtis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. [1]
Sedangkan filsafat menurut arti kata, terdiri atas kata philein yang artinya cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang besar, atau yang berkobar-kobar, atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kenenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan  kebenaran sejati. Pengertian umum filsafat adalah ilmu pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Dengan cara ini, jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang  hakiki. Ini sesuai dengan  arti filsafat menurut  kata-katanya. Sementara itu pengertian khusus filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks sehingga menimbulkan berbagai pendapat tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat khusus tentang filsafat anatara lain:
a.       Rasionalisme yang mengagungkan akal
b.      Materialisme yang mengagungkan materi
c.       Idealisme yang mengagungkan idea
d.      Hedolisme yang mengagungkan kesenangan
e.       Stoikisme yang mengagungkan tabiat saleh
Aliran-aliran tersebut mempunyai kekhususan masing-masing, menekankan kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan harus di beri tempat yang tinggi misalnya ketenangan, kesalehan, kebendaan, akal dan idea.
Dari beberapa pendapat tersebut, pengertian filsafat dapat dirangkum menjadi seperti berikut:
a.       Filsafat adalah hasil yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis
b.      Filsafat adalah hasil fikiran manusia yang paling dalam
c.       Filsafat adalah refleksi lebih lanjut dari pada ilmu pengetahuan atau pendalaman lebih lanjut ilmu pengetahuan
d.      Filsafat adalah hasil analisia dan abstraksi
e.       Filsafat adalah pandangan hidup
f.       Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia yang mendalam, mendasar, dan memyeluruh. [2]
1.      Struktur Filsafat
Hasil berfikir tentang yang ada dan mungkin ada itu tadi telah berkumpul banyak sekali, dalam buku tepal maupun tipis. Setelah disusun secara sistematis, itulah yang disebut sistematika filsafat. Filsafat terdiri atas tiga cabang besar, yaitu: ontoligi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan:
a.       Ontologi, membicarakan hakikat ( segala sesuatu ) ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu
b.      Epistemologi cara memperoleh pengetahuan itu
c.       Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.
Antologi mencakupi banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini, misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya mencakup satu bidang saja yang disebut Epistemologi yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat yaitu Aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini pun berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangka struktur filsafat.[3] 

B.     Karakteristik Berfikir Filsafati: Sifat Menyeluruh, Sifat Mendasar Dan Sifat Spekulatif
1.      Berfilsafat
Sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf menjelaskan tentang tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau keheranan, keraguan atau kegengsian, dan kesadaran atas keterbatasan. Plato mengatakan:’maka kita  memberi pengamatanm bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat’.
Agustinus dan Descartes memulai berfilsafat dari keraguan atau kesangsian. Manusia heran, tetapi kemudian ragu-ragu, apakah ia tidak ditipu oleh panca indranya  yang sedang heran? Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berfikir secara mendalam, menyeluruh, dan kritis inilah yang kemudian disebut berfilsafat.
Berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada diri manusia. Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah, terutama dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila seseoarang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadran akan keterbatasan dirinya tadi manusia mulai berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.  
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu. Kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu. Filsafat dimulai dari rasa ingin tahu dan keragu-raguan. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya  akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk beretrusterang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari  telah dijangkau.
2.      Sifat Menyeluruh Berfikir Filsafati
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak dibumi sedang tengadah kebintang-bintang, atau seseorang yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah dibawahnya, masing-masing ingin mengetahui hakikat dirinya atau menyimak kehadirannya dalam kesemestaan alam yang ditatapnya.
Seorang ilmuan tidak akan pernah puas mengenal ilmu hanya dari sisi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan lainnya. Apa kaitan ilmu dengan moral, dengan agama, dan apakah ilmu itu membawa kwbahagiaan pada dirinya.
3.      Sifat Mendasar  Berfikir Filsafati
            Selain tengadah kebintang, orang yang berfilir filsafati juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disrbut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Lalu benar itu apa? Pertanyaan itu melingkar sebagai sebuah lingkaran, yang untuk menyusunnya, harus dimulai dari sebuah titik, sebagai awal sekaligus sebagai akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?
4.      Sikap Spekulatif Berfikir Filsafati
Tidakkah mungkin manusia menangguk pengetahuan secara keseluruhan, bahkan manusia pun tidak yakin pada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Itu hanya sebuah spekulasi. Menyusun sebuah lingkaran memang harus dimulai dari sebuah titik, bagaimana pun spekulasinya. Yang penting, dalam prosesnya nanti, dalam analisis maupun pembuktiannya, manusia harus dapat memisahkan spekulasi mana yang paling dapat diandalkan. Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar  yang dapat diandalkan. Apakah yang disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut sahih? Apakah alam ini teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuan?
Semua pengetahuan yang ada, dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi dapat dipilih buah pikiran yang paling dapat diandalkan, yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa menerapkan kriteria tentang apa yang disebut benar maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang atas dasar kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik dan buruk, tidak mungkin bicara tentang moral. Tanpa wawasan apa yang disebut indah atau jelek, tidak mungkin berbicara tentang kesenian.[4]
C.     Epistemologi Filsafat
Epistemologi membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat ( yaitu yang difikirkan ), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran ( pengetahuan ) filsafat.
1.      Objek Filsafat
Tujuan berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam. Jika hasil pemikiran itu disusun, maka susunan itulah yang kita sebut sistematika filsafat. Sistematika atau struktur filsafat dalam garis besar terdiri atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti ( dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jiak yang difikirkannya hukum maka hasilnya tentulah Filsafat Hukum, dan seterusnya. Seberapa luas yang mungkin dapat dif\ikirkan? Luas sekali. Yaitu semua yang ada dan mungkin ada. Inilah objek filsafat. Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia Flisafat Ilmu, jika memikirkan etika jadilah Filsafat Etika, dan seterusnya.
Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sain. Sain hanya meneliti objek yang ada dan mungkin ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek formal yang menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat. Ini dibicarakan pada epistemologi filsafat.
Perlu juga ditegaskan bahwa sain meneliti objek-objek yang ada dan empiris, yang ada tetapi abstrak ( tidak empiris ) tidak dapat diteliti oleh sain. Sedangkan filsafat meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada, sudah jelas abstrak, itu pun jika ada.
2.      Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat
Pertama-tama filosof  harus membicarakan ( mempertanggung jawabkan ) cara mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada para filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka, sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan lebih dahulu ( dan mempertanggung jawabkan cara memperoleh pengetahuan tersebut.
Berfislafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu menggunakan akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu. John Locke ( Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, 11, 1973:111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada zamannya akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah digunakan sampai diluar batas kemampuan akal. Hasilnya adalah kekacauan pikiran pada masa itu. Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan filsafat? Dengan berfikir secara mendalam, tentang sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objek pemikirannya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian “dibelakang” objek konkret itu.
Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak sesuatu itu, ia mengetahui sedalam-dalamnya. Kapan pengetahuannya itu dikatakan mendalam? Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti sampai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, disitulah orang berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.
Seperti telah disebut dimuka, sain mengetahui sebatas fakta empiris. Ini tidak mendalam. Filsafat ingin mengetahui dibelakang sesuatu yang empiris itu. Ini lah yang disebut mendalam. Tetapi itu pun mempunyai rentangan. Sejauh mana hal abstrak dibelakang fakta empiris itu dapat diketahui oleh seseorang, akan banyak tergantung pada kemampuan berfikir seseorang. Saya misalnya mengetahui bahwa gula rasanya manis ( ini pengetahuan empirik ) dibelakangnya saya mengetahui bahwa itu disebabkan oleh adanya hukum yang mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat, abstrak, tetapi baru satu langkahorang lain dapat mengetahui bahwa hukum itu dibuat yang maha pintar. Ini sudah langkah kedua, lebih mendalam dari pada sekedar mengetahui adanya hukum. Orang lain masih dapat melangkah kelangkah ketiga, misalnya ia mengetahui sebagian hakikat tuhan. Demikianlah pengetahuan dibelakang fakta empiris itu dapat bertingkat-tingkat, dan itu menjelaskan kemendalaman pengetahuan filsafat seseorang. Untuk mudahnya mungkin dapat dikatakan begini: berfikir mendalam ialah berfikir tanpa bukti empirik.
3.      Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahan itu. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuran logis atau tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan  kesimpulan teori itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada pengetahaun sain. Aegumen itu menjadi satu kesatuan dengan konklusi, konklusi itulah yang disebut teori filsafat. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen, bukan pada kehebatan konklusi. Karena argumenitu menjadi kesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen.  Kebenaran konklusi ditentukan 100% oleh argumennya. [5]
4.      Persoalan Filsafat
Ada enam persoalan yang selalu menjadi perhatian para filsuf, yaitu ‘ada’,  pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan. Keenam persoalan tersebut memerlukan jawaban secara radikal dan tiap-tiap persoalan menjadi salah satu cabang filsafat.
1.      Persoalan ‘Ada’
Persoalan tentang ‘ada’ (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika. Meta berarti dibalik dan physika berarti benda-benda fisik. Pengertian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam dalam dan radiakal dari kenyataan. Dalam kajian ini para filusuf tidak mengacu kepada ciri-ciri khsus dari benda-benda  tertentu, akan tetapi mengacu kepadaciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah satu cabang filsafat mencakup persoalan ontologis, kosmologis, dan antropologis. Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri. Ontologis merupakan teori tentang sifat  dasar dari kenyataan yang radikal dan sedalam-dalamnya. Kosmologi merupakan teori tentang perkembangan kosmos ( alam semesta ) sebagai suatu sistem yang teratur.
2.      Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge )
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat epistemologi, yaitu filsafat pengetahuan. Istilah epistemologi berasal dari akar kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang fislsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.
3.      Persoalan tentang metode
Persoalan tentang metode menghasilkan cabang filsafat metodologi. Istilah ini berasal dari metos dengan unsur meta yang berarti cara, perjalanan, sesudah, dan hodos yang berarti cara perjalanan, arah. Pengertian metodologi secara umum ialah kajian atau telaah penyusunan secara sistematis dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah, atau sebagai penysusun struktur ilmu-ilmu fak.
4.      Persoalan tentang penyimpulan
Persoalan tentang penyimpulan menghasilkan cabang filsafat logika ( logis ). Logika berasal dari kata logos ang berarti uraian, nalar. Secara umum, pengertian logika adalah telaah mengenai aturan-aturan penalaran yang benar. Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berfikir tepat dan benar. Berfikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Dengan berfikir manusia telah mengerjakan pengolahan pengetahuan yang telah didapat. Dengan mengerjakan, mengelola pengetahuan yang telah didapat maka ia dapat memperoleh kebenaran. Apabila seseorang mengelola, mengerjakan, berarti ia telah mempertimbangkan, membandingkan, menguraikan, serta menghubungkan pengertian yang satu dengan lainya. Logika dapat dibagi menjadi logika ilmiah dan logika kodrati. Logika merupakan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan.
5.      Persoalan tentang moralitas ( morality )
Persoalan tentang moralitas menghasilkan cabang filsafat etika ( ethics ). Istilah etika berasal dari kata ethos yang berati adat kebiasaan. Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal. Dalam hal ini berarti  berlaku untuk semua orang dan setiap saat. Jadi tidak dibatasi dengan ruang dan waktu.


6.      Persoalan tentang keindahan
Persoalan tentang keindahan menghasilkan cabang filsafat estetika ( aesthetics ). Estetika berasal dari kata aesthetikos yang  maknanya berhubungan dengan pecerapan indra. Estetika merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidak indahan. Faham pengertian yang lebih luas, estetika merupakan cabang filsafat yang menyangkut bidang keindahan atau sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa, norma-norma nilai dalam seni. [6]

D.    Aksiologi Pengetahuan Filsafat
1.      Kegunaan Pengtahuan  Filsafat
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya denmgan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat sebagai metode pemecahan masalah, ketiga filsafat sebagai pandangan hidup ( philosophy of life ). Dan yang paling pentimg adalah filsafat sebagai methodology, yaitu cara memecahkan masalah yang dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai suatu cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya.
Berikut ini uraian yang membahas kegunaan filsafat dalam menentukan philosophy of life. Banyak memiliki pandanagn hidup, banyak orang menganggap philosophy of life itu sangat penting dalam menjalani kehidupan. [7]
a.       Kegunaan Filsafat bagi Akidah
b.      Kegunaan Filsafat bagi Hukum
c.       Kegunaan Filsafat  bagi Bahasa

2.      Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah
Sesuai dengan sifatnymenyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian filsafata, filsafat mendalam, artinya ia ingin mencari  asal masalah. Universala artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Filsafat menurut arti kata, terdiri atas kata philein yang artinya cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang besar, atau yang berkobar-kobar, atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kenenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan  kebenaran sejati. Pengertian umum filsafat adalah ilmu pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Sedangkan berfilsafat sendiri adalah berfikir secara mendalam, menyeluruh, dan kritis inilah yang  disebut berfilsafat.  Kemudian, berfilsafat  juga berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan  tidak terbatas ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri,  semacam  keberanian untuk beretrusterang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari  telah dijangkau. Dengan kita berfilsafat maka kita akan lebih menggunakan akal dan fikiran kita untuk mencari suatu hakikat dari kebenaran yang ada dan yang sudah kita ketahui.
Selanjutnya,  karakteristik berfikir filsafat sendiri adalah meliputi  karakteristik yang bersifat menyeluruh,  bersifat mendasar, dan bahkan bersifat spekulatif. Maksudnya adalah bahwa seseorang dalam mereka berfilsafat itu tidak hanya ingin tahu pada satu objek saja namun ingin mengetahui seluruh objek yang belum mereka ketahui secara filsafati. Lalu seseorang yang berfikir filsafat itu tidak mau hanya sekedar menerima pendapat dari satu objek, namun ia ingin mengkaji dengan sendirinya tentang hakikat kebenaran dari suatu objek kajian. Dan dalam  mereka menemukan hakikat kebenaran yang sesungguhnya, mereka membutuhkan landasan atau patokan yang menguatkan mereka dan menjadi dasar bagi mereka atas kebenaran yang mereka peroleh dari suatu objek kajian.






DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu. PT Remaja Rosdakarya. Bnadung. 2004
   Soetriono, Hanarief, Rita. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. CV Andi Offset.
                                    Yogyakarta. 2007




[1]  Prof. Dr. Ahmad Tafsir,  Filsafat Ilmu,  PT  Remaja Rosdakarya,  Bandung, 2004, Cet Pertama, hlm., 66-68
[2] Prof. Dr. Ir. Soetriono, MP, Dr. Ir. SDm Rita Hanarief, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,  CV Andi Offset, Yogyakarta, 2007, hlmn., 52
[3][3] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlmn., 68
[4] Prof. Dr. Ir. Soeratim, MP, Dr.ir. SRDm  Rita Hanafie, MP, Op.cit, hlm., 53
[5] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlm., 80-88
[6]Prof. Dr. Ir. Soeratim, MP, Dr.ir. SRDm  Rita Hanafie, MP, Op.cit, hlm., 58 
[7] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlm.88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Makalah Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung Jurusan MPI | All Rights Reserved
Designed ByImuzcorner | Powered ByBlogger | FCB Blogger Template ByFree Blogger Template